Sukabumi,-Jurnal News Site
Pertambangan Liar di kabupaten Sukabumi semakin menjadi, bupati dan jajaran pemerintah serta pejabat kabupaten Sukabumi harus turun tangan.
Diduga tidak memiliki ijin, Oknum Polisi, Kepala Desa, unsur kecamatan serta pejabat Pemkab Sukabumi menjadi backing penambangan liar batu besi yang berlokasi di Kampung Cibinong Desa Mekar Jaya Kecamatan Ciemas.
Hal ini terungkap oleh tim investigasi Persatuan Wartawan Republik Indonsia (PWRI), melakukan penelusuran ke lokasi kegiyatan berdasarkan Laporan masyarakat dengan adanya penambangan liar. Bahwa eksploitasi penambangan batuan besi tersebut di bac kengi oleh oknum aparat setempat dan di jual ke salah satu koperasi sabda alam untuk selanjutnya di jual ke Cikande.
Terkait dengan keterangan di atas,
Upaya pemerintah untuk memberantas keberadaan pertambangan tanpa izin (PETI) di Pemkab Sukabumi tidak cukup jika hanya melalui pendekatan hukum saja. Pasalnya, dengan jumlah lokasi (PETI) yang ada saat ini, pemerintah bakal kewalahan untuk memprosesnya.
Ketua PWRI Lutfi Yahya mengusulkan agar aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh rakyat dapat dibina agar bisa menjadi legal. Dengan begitu maka akan ada penerimaan Pemda dari sisi royalti maupun pajak.
Adapun dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000.000. Lanjut lutfi
Melihat kondisi tersebut, satu-satunya opsi yang dapat dilakukan pemerintah saat ini yakni bagaimana mengupayakan para penambang ilegal ini statusnya bisa menjadi legal. Setidaknya negara dapat memberikan pembinaan hingga melakukan pengawasan secara ketat.
Ia pun menyadari bahwa maraknya aktivitas PETI tidak bisa dilepaskan dari nilai ekonomi yang didapat masyarakat sekitar. Setidaknya banyak masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian dari aktivitas ilegal ini.
"Pekerjaan rumah ke depan adalah bagaimana political will dari negara dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah ini kemudian memberikan fasilitasi. Misalnya, pertama Pemda harus menetapkan Perda Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)," ujarnya.
Seperti diketahui, selain berpotensi merusak wilayah karena praktiknya tidak mengindahkan kaidah lingkungan dan aspek Kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan (HSSE). Kegiatan PETI juga merugikan negara karena pelaku tidak menyetor royalti maupun pajak.
Menurut dia dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan.
Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan. Tutupnya