Catatan Politik Dr. Suriyanto PD, SH, MH, M,Kn (Dosen STIH IBLAM)
Jakarta,-Jurnal News Site
Beberapa minggu belakangan ini terjadi hiruk pikuk di kalangan masyarakat dan nitizen karena statement Prof. Mahfud MD yang beredar di media sosial atas pernyataannya sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan [Menkopolhukam] sekaligus sebagai Ketua Komite PPATK.
Dalam pernyataannya, Mahfud menyebut ada transaksi yang mencurigakan dari tahun 2009 hingga tahun 2021 senilai 349 Triliun di Kementrian Keuangan, khususnys di Bea dan Cukai serta pajak.
Pernyataan Mahfud ini menjadi kontroversial baik di tatanan eksecutive dan legislatif serta para tokoh hingga ke lembaga survey.
Yang sangat mencolok perdebatan antara Prof Mahfud MD dan Komisi III DPR RI yang membawahi hukum.
Statement yang dikemukakan oleh Menko Polhukam tentang adanya transaksi mencurigakan tersebut secara hukum sebenarnya belum bisa di katakan sebagai suatu kebenaran.
Yang seharusnya bila ada transaksi mencurigakan atau terjadi TPPU dan money laundry harus jelas dan tegas tentang predikat asal siapa yang melakukan korup atau telah dibuktikan dari hasil penyelidikan dari PPATK dan lembaga hukum terkait sehingga pembuktian dari siapa oknum yang terkait dengan transaksi mencurigakan dapat diungkap secara jelas dan terang.
TPPU ini harus diberantas, karena akibatnya lebih berbahaya dari tindak pidana korupsi.
Bahkan, sangat tidak disukai oleh dunia. Karena menyangkut dana yang sangat luar biasa. Yang terlibat adalah orang yang sangat lihai. Paling paham mengenai seluk beluk dan selik melik keuangan. Sangat pintar untuk menutupi kejahatannya
Mahfud MD, selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI membeberkan bahwa data yang dipaparkan oleh Sri Mulyani (SMI) Menkeu sebelumnya, jauh dari fakta.
Menurutnya, ada sejumlah data yang tidak dilaporkan ke Sri Mulyani dari bawahannya. Pengakuan SMI bahwa keterlibatan bawahannya di Kemenkeu hanya Rp 3 triliun, fakta sebenarnya menurut data PPATK dan intelijen malah sangat besar.
Hal tersebut menjadi perdebatan antara Menkopolhukan dengan Komisi III DPR terutama antara Menko dan anggota Komisi III Arteria Dahlan yang begitu tidak beretikanya sebagai wakil rakyat dalam perdebatan, yang semestinya sebagai wakil rakyat dapat berlaku santun dalam menyelesaikan satu permasalahan di depan publik.
Tetapi ternyata kualitas beberapa anggota komisi III tidak sedikitpun memberi cermin yang baik terhadap masyarakat yang diwakilinya.
Seharusnya komisi III yang membidani hukum mendukung pernyataan Prof Mahfud tentang transaksi mencurigakan atas data laporan PPATK dan intelejen mendukung untuk melakukan penyelidikan bersama lembaga hukum terkait baik dari kepolisian, kejaksaan dan KPK agar dapat diketahui siapa para oknum yang terkait transaksi mencurigakan sebesar 349 triliun tersebut, bukan menimbulkan kegaduhan di publik sehingga tidak memberi contoh baik di tatanan rakyat yang diwakilinya.
Bila semua lembaga terkait bersatu melakukan penyelidikan atas data yang mencurigakan seperti yang disampaikan oleh Menkopolhukam tentunya akan lebih baik, bahkan kemungkinan bisa saja bukan hanya di bea dan cukai serta pajak saja, tetapi tidak tertutup kemungkinan di lembaga lain.
Komisi III seharusnya sebagai lembaga rakyat yang membidani hukum dapat menjadi penerang bukan menjadi lembaga yang membuat kegaduhan seperti yang terjadi saat ini.
Editor : Jagad N