Catatan: Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn
Jakarta,-Jurnal News Site
Berbicara masalah pembangunan, sebuah negara tidak akan dapat terbangun tanpa adanya pedoman. UUD 1945 dan konstitusi negara lainnya yang telah diatur dan disepakati,menjadi salah satu pedoman dalam pembangunan bangsa. Konstitusi telah memberikan gambaran dan suksesnya suatu pembangunan tidak lepas dari Konstitusi.
Namun apa jadinya, jika dengan alasan melanjutkan pembangunan harus membiarkan keruntuhan konstitusi, hal ini sangat mengacaukan bangsa di Pemilu 2024.
Setelah terjadi putusan cacat hukum yang dilakukan MK pada putusan Nomor 90, di bentuklah MKMK untuk mengadili adanya dugaan benturan kepentingan dan pelanggaran etik di tubuh MK.
Hasil dari persidangan dan putusan MKMK terbukti ada pelanggaran etik berat dan benturan kepentingan yang di lakukan oleh ketua MK Anwar Usman dan amar putusan tersebut hanya memberhentikan Anwar Usman dari jabatan ketua MK dan masih menjadi Hakim MK tetapi tidak memiliki tugas apapun.
Menurut keterangan Prof Jimly di kanall youtube, memang benar ditemukan adanya pelanggaran etik berat dan benturan kepentingan oleh Anwar Usman yang masih ada hubungan keluarga dengan Presiden Jokowi, tetapi tidak ada campur tangan Presiden Jokowi dalam putusan Nomor 90 tersebut.
Jelas dan terang putusan MKMK tersebut ada pelanggaran dan memang dikatakan putusan MKMK tidak dapat membatalkan putusan MK, tetapi seharus nya putusan yang cacat kewenangan dan ada pelanggaran etik serta ada benturan kepentingan sekalipun putusan tersebut final dan mengikat tetapi tidak memiliki daya guna, seharusnya tidak dapat digunakan.
Presiden sekaku open legal policy dan tidak ada cawe-cawe di MK harus nya dapat meminta DPR untuk melakukan perubahan Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Tetapi fakta nya malah di gunakan oleh Gibran sebagai anak Presiden untuk mendaftar sebagai Cawapres mendampingi Prabowo. Hal ini rakyat harus tau apa lagi generasi muda bahwa hal yang terjadi pada pendaftaran capres dan cawares pasangan Prabowo Gibran tidak memiliki legitimasi Hukum.
Ketika kita bicara pencalonan, legitimasi itu bisa dilihat dari berbagai perspektif ada politik, hukum. Secara umum legitimasi orang masih dilihat legal, pertanyaannya, ketika putusan 90 dijadikan dasar hukum untuk pencalonan apa itu memenuhi syarat hukum tertentu?
Sejak awal permohonan uji materi usia capres-cawapres bermasalah. Mulai dari hukum acara, legal standing, pemohon tidak punya legal standing.
Pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berpotensi akan membuka pelanggaran lebih lanjut. Hal ini karena berawal dari proses pencalonan yang diwarnai pro-kontra dan pelanggaran etik.
Persoalan legitimasi juga menjadi sorotan dari pasangan tersebut. Pasalnya, otoritas seorang pemimpin didasarkan pada legitimasi. Ketika legitimasi dipersoalkan, pemimpin tersebut ditakutkan akan memicu pelanggaran lain.
*) Praktisi Hukum