GARUT,–Jurnal News Site.
KPU Kabupaten Garut, mengonfirmasi telah memberikan sanksi teguran terhadap oknum Ketua PPK Kecamatan Cikajang dan jajaran PPS, terkait pungutan liar (Pungli) biaya cek kesehatan kepada calon anggota KPPS (kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara).
Dimana viral diberitakan bahwa Ketua PPK Cikajang diduga mengondisikan pungli terhadap calon anggota KPPS untuk biaya cek kesehatan.
Dimana untuk biaya cek kesehatan seharusnya Rp48 ribu per orang berdasarkan surat edaran bupati, namun PPK menginstruksikan melalui PPS agar biaya cek kesehatan di angka Rp60 ribu per orang, dengan alasan untuk akomodasi di lapangan, karena petugas puskesmas diundang ke tiap desa. Bahkan biaya cek kesehatan itu dikolektifkan melalui PPK dan PPS.
Ketua KPU Garut, Dian Hasanudin ketika diwawancarai Selasa 6 Februari 2024 menjelaskan bahwa pihaknya telah memanggil Ketua PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) Cikajang Anggi Bubung Kuswairi dan jajarannya terkait pungli biaya cek kesehatan tersebut.
Dian membenarkan bahwa dalam hal ini Ketua PPK Cikajang mengakui keteledoran tersebut. Ketua PPK itu menginstruksikan PPS untuk memungut biaya cek kesehatan melebihi aturan. Namun diakui bahwa biaya itu bukan untuk pribadi tapi untuk kepentingan akomodasi di lapangan, seperti jamuan-jamuan.
“ Sejak informasi itu merebak, kami dulu melakukan pemanggilan kepada PPK, PPS Cikajang,” ujar Dian Hasanudin Ketua KPU Garut, Selasa 6 Februari 2024.
Dalam hal ini kata Dian, ada kelebihan biaya sebesar RP12 ribu tiap orang calon KPPS waktu itu. Sehingga total biaya cek kesehatan yang dikeluarkan menjadi Rp60 ribu per orang.
“ Karena memang ada tambahan biaya sebesar Rp12 ribu, kaitan tes kesehatan,” ujar Dian.
Pungli ini dilakukan menurut Dian, karena pihak PPK berdalih bahwa tambahan biaya Rp12 ribu itu adalah untuk biaya jamuan-jamuan. Karena ketika tes kesehatan, petugas puskesmas diundang ke tiap desa, begitupun pihak Forkopimcam juga diundang. Sehingga adanya tambahan biaya itu memang dikondisikan PPK dan PPS untuk menjamu tamu.
“Mungkin mereka melakuan ikhtiar pemenuhan hal-hal non teknis kaitan jamuan, kaitan staf puskesmas, sehingga ada tambahan biaya Rp12 ribu,” sambung Dian Hasanudin.
“Saya sudah melakukan konfirmasi dan beliau mengakui kaitan hal tersebut. RP 12 ribu itu digunakan kebersihan, jamuan terhadap layanan kesehatan dari puskesmas serta orang orang yang memonitor termasuk polsek koramil,” tambahnya.
Dengan kebijakan ini kata Dian, banyak dari calon KPPS waktu itu yang menerima bahkan merasa terbantu. Karena jika KPPS yang datang ke puskesmas tentu akan memakan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Hal itu menurutnya sangat dirasakan oleh mereka yang tinggal jauh dari pusat kota kecamtan.
“ Ketika digeser ke desa dengan tambahan, mereka sangat terbantu. Jadi secara hitung hitungan cost lebih ekonomis,” jelas Dian.
Walaupun demikian kata Dian, bahwa tindakan PPK dan PPS di Cikajang ini tidak bisa dibenarkan. Karena mereka berani mengambil langkah sendiri tanpa koordinasi sehingga terjadi polemik di lapangan.
“ Meskipun praktek itu tentu kami juga tegur, walaupun demikian tidak usah jadi kebijakan yang dikeluarkan oleh PPK. kami sudah tegur PPK dan PPS di Cikajang. Jangan sampai ada kebijakan lokal yang diambil PPK dan PPS. Setiap kebijakan harus berkoordinasi dengan KPU setidaknya sehingga kami bisa mengarahkan,” ujarnya.
Dian menggaris bawahi bahwa PPK dan PPS tidak boleh mengambil kebijakan sendiri di luar aturan dan tanpa koordinasi. Terlebih lagi ada paksaan yang sifatnya mengharuskan atau mewajibkan mengeluarkan biaya seperti ini.
Oleh sebab keteledoran inilah, pihaknya memberikan sanksi teguran kepada PPK dan PPS di Kecamatan Cikajang.
Namun demikian, Dian belum memberikan sanksi pemecatan kepada Ketua PPK, karena untuk hal itu ada mekanisme yang harus ditempuh.( H. Ujang S)